Friday, January 28, 2022
Suatu hari, di Masjidil Haram, setelah habis menyelesaikan tawaf, saya segera ketepi mencari tempat strategik yang berhadapan betul2 dengan Multazam untuk berdoa. Saya menemukan tempat yang kebetulan kosong di hadapan Kaabah. Lalu saya bersimpuh dan memanjatkan doa sambil menunggu waktu Subuh menjelang. Saat itulah saya melihat seorang lelaki hitam legam dari benua Afrika datang dan langsung mengambil tempat di sisi kanan. Terlintas dalam hati, dengan potongan perawakan seperti ini, lelaki kulit hitam ini biasanya orangnya kasar yang tidak berpendidikan. Lalu sebagaimana kebiasaan di masjid ketika duduk bersebelahan dalam satu jamaah, saya menghulurkan salam kepadanya. Tiba-tiba dia bertanya dalam bahasa Inggeris yang bagus sekali tentang asal saya.
"Saya dari Nigeria, kamu dari mana..?"
"Saya berasal dari Malaysia.." jawab saya.
"Kenapa orang Malaysia suka sekali berusaha mencium batu Hajar Aswad..?" tanyanya memulai percakapan.
"Mungkin kerana cinta. Kaabah adalah rumah Allah, dan Hajar Aswad adalah batu yang pernah dicium Rasulullah (s.a.w). Maka mencium Hajar Aswad adalah refleksi cinta orang Malaysia terhadap Allah dan RasulNya" jawab saya secara ringkas.
"Apakah orang Malaysia juga bertingkah laku seperti itu terhadap cinta Allah yang dianugerahkan kepada mereka..?" tanyanya.
"Maksud anda..? Cinta Allah seperti apa yang dianugerahkan kepada kami..?" jawab saya dengan bingung.
Lalu lelaki berkulit hitam itu menjawab, "Jika Allah menganugerahkan kalian isteri, anak-anak dan orang tua yang masih hidup, itulah wujud cinta Allah kepada kalian."
"Pertanyaan saya", katanya, "Apakah orang-orang Malaysia, berusaha dengan keras dan gigih mencurahkan kasih sayang terhadap anak, isteri dan orang tua mereka yang masih hidup yang diamanahkan Allah sebagaimana mereka berusaha mencium Hajar Aswad..?"
"Jika terhadap batu saja refleksi cinta kalian begitu dahsyat, lebih lagi terhadap makhluk Allah yang telah diamanahkan kepada kalian..?" tegasnya lagi.
Saya tercengang, hilang akal dan tak mampu berkata-kata lagi. Apalagi saat ia bercerita bahawa ia menyelesaikan PhD nya di Harvard University, USA, kemudian ditawar pekerjaan dan jawatan tinggi di sana, namun memilih untuk pulang membesarkan anak-anaknya yang 6 orang, agar mampu menjadi Muslim yang baik.
Maka hancurlah semua persangkaan saya terhadap orang ini. Allah membayarnya terus secara tunai saat itu juga.
Setelah solat Subuh, sebelum berpisah, dia memberi nasihat yang sampai saat ini masih teringat di kepala saya.
"Kejayaan haji atau umrah kita, mabrur atau tidaknya, dinilai bukan pada saat kita menyelesaikan perbuatan2 haji atau umrah, seperti tawaf atau bahkan mencium Hajar Aswad, namun dinilai pada saat kita kembali."
"Apakah kita mampu menunaikan amanah2, anugerah2, cinta dan kasih sayang Allah kepada kita dengan bersungguh2, bersusah payah, mencurahkan kasih sayang kepada orang2 yang kita cintai, pekerjaan dan masyarakat."
Saya genggam tangannya, saya memeluknya dengan erat dan menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam. Saat dia pergi dan hilang di antara kerumunan orang, saya faham, inilah cara Allah menegur saya dan menyampaikan makna mencium Hajar Aswad.
Saudara saudariku tercinta..
Semoga Allah selalu menjaga hati dan fikiran kita agar selalu lembut dan jernih, hingga dapat menangkap pesan2 Ilahiyah yang sangat halus.
Friday, January 21, 2022
"I want to remember your face so that when I meet you in heaven, I will be able to recognise you and thank you once again."
When Nigerian billionaire Femi Otedola in a telephone interview, was asked by the radio presenter, "Sir what can you remember made you a happiest man in life?"
Femi said:
"I have gone through four stages of happiness in life and finally I understood the meaning of true happiness."
The first stage was to accumulate wealth and means. But at this stage I did not get the happiness I wanted.
Then came the second stage of collecting valuables and items. But I realised that the effect of this thing is also temporary and the lustre of valuable things does not last long.
Then came the third stage of getting big projects. That was when I was holding 95% of diesel supply in Nigeria and Africa. I was also the largest vessel owner in Africa and Asia. But even here I did not get the happiness I had imagined.
The fourth stage was the time a friend of mine asked me to buy wheelchair for some disabled children. Just about 200 kids.
At the friend's request, I immediately bought the wheelchairs.
But the friend insisted that I go with him and hand over the wheelchairs to the children. I got ready and went with him.
There I gave these wheel chairs to these children with my own hands. I saw the strange glow of happiness on the faces of these children. I saw them all sitting on the wheelchairs, moving around and having fun.
It was as if they had arrived at a picnic spot where they are sharing a jackpot winning.
I felt REAL joy inside me. When I decided to leave one of the kids grabbed my legs. I tried to free my legs gently but the child stared at my face and held my legs tightly.
I bent down and asked the child: Do you need something else?
The answer this child gave me not only made me happy but also changed my attitude to life completely. This child said:
"I want to remember your face so that when I meet you in heaven, I will be able to recognise you and thank you once again."
What would you be remembered for after you leave that office or place?
Will anyone desire to see your face again where it all matters?
This is a must read piece. It got me thinking. I am sending it to all my friends. I pray it does same to everyone.
Try to touch lives